Amalan Ringan yang Sering Terlupa
Di tengah derasnya arus dunia yang penuh hiruk-pikuk, banyak dari kita yang lupa bahwa ada amalan-amalan ringan dalam Islam yang pahalanya luar biasa. Salah satunya adalah puasa sunnah. Meski tidak termasuk kewajiban seperti puasa Ramadhan, puasa sunnah justru memiliki tempat istimewa di sisi Allah. Ia adalah bentuk cinta dan kesungguhan seorang hamba dalam menjaga kedekatannya dengan Sang Pencipta.
Puasa sunnah tidak hanya mendidik kita untuk menahan lapar dan haus, tapi juga mengajarkan kontrol diri atas hawa nafsu, lisan, dan perilaku. Dari pagi hingga petang, kita diajak untuk memperhalus hati, memperbanyak dzikir, dan memelihara pikiran dari hal-hal sia-sia. Itulah mengapa orang-orang saleh terdahulu sangat menjaga amalan ini, karena mereka paham bahwa keistimewaannya tak terukur secara kasat mata.
Pahala yang Tak Tertakar oleh Manusia
Dalam hadits qudsi, Allah berfirman, “Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menjadi tanda bahwa puasa, termasuk puasa sunnah, memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi.
Karena sifatnya yang tersembunyi — hanya antara hamba dan Tuhannya — puasa menjadi amal yang bersih dari riya’. Dan justru karena itulah balasannya pun Allah yang langsung menentukan, tanpa batasan yang kita ketahui. Tak ada yang tahu berapa banyak ganjaran yang bisa kita kumpulkan hanya dari satu hari puasa di luar Ramadhan.
Puasa juga menguatkan dimensi ruhani seseorang. Saat fisik melemah karena lapar, justru ruh mendapat ruang untuk menguat. Di momen itu, doa lebih jernih, dzikir lebih tulus, dan hati lebih lembut. Maka tak heran jika puasa sunnah menjadi senjata para ulama dan kekasih Allah untuk menjaga kejernihan batin mereka di tengah kerasnya dunia.
Waktu-Waktu yang Disukai Allah
Rasulullah ﷺ menganjurkan beberapa waktu terbaik untuk melaksanakan puasa sunnah, seperti Senin dan Kamis, yang merupakan hari diangkatnya amalan kepada Allah. Juga Ayyamul Bidh, yaitu setiap tanggal 13, 14, dan 15 di bulan Hijriyah. Bahkan di bulan Sya’ban, Nabi memperbanyak puasanya sebagai persiapan ruhani menjelang Ramadhan.
Selain itu, ada pula puasa Tasu’a dan ‘Asyura (9–10 Muharram), dan puasa enam hari di bulan Syawal. Masing-masing memiliki keutamaan tersendiri yang sangat besar. Semua itu adalah jalan pintas yang Allah tawarkan kepada kita — ringan diamalkan, tapi besar nilainya.
Dengan menjaga puasa sunnah secara konsisten, kita membangun hubungan yang lebih dalam dengan Allah. Sebuah amalan yang kecil secara lahiriah, namun besar di akhirat. Mungkin tak terlihat oleh manusia, tapi sangat dicintai oleh langit.